The Boy Who Harnessed the Wind





Anak Laki-laki yang Menangkap Angin

oleh William Kamkwamba dan Bryan Mealer

Di sebuah desa kecil di Malawi, tempat orang-orang tidak memiliki uang untuk membeli lampu, malam tiba dengan cepat dan para petani segera tidur.

Namun bagi William, kegelapan adalah waktu terbaik untuk bermimpi.

Ia bermimpi membangun berbagai benda dan membongkarnya, seperti truk mainan dengan roda dari tutup botol yang disimpannya di bawah tempat tidur, serta potongan-potongan radio yang ia buka dan pelajari.

“Ia bisa mengeluarkan suara musik,” pikirnya, “kalau begitu di mana band-nya?

Cerita-cerita kakeknya tentang sihir juga berbisik di kegelapan malam di kamarnya.

Pesawat-pesawat penyihir melintas di jendela, sementara penari hantu berputar di udara, seolah-olah seratus orang sedang menari di dalam tubuh mereka.

Saat fajar di ladang, William memandang deretan tanaman jagung, mencari makhluk ajaib, lalu bertanya-tanya ketika truk melintas.

Bagaimana mesin itu bisa berjalan?

“Awas di mana kamu mengayunkan cangkul itu!” teriak ayahnya. “Nanti kakimu terpotong!”

Meskipun sihir punya kekuatan atas hal-hal yang terbang dan menari, sihir tak bisa mendatangkan hujan.

Tanpa air, matahari naik setiap pagi dengan marah dan membakar ladang, mengubah tanaman jagung menjadi debu.

Tanpa makanan, rakyat Malawi mulai kelaparan.

Segera ayah William mengumpulkan anak-anaknya dan berkata,

“Mulai sekarang, kita hanya makan satu kali sehari. Buatlah bertahan.”

Setiap malam mereka duduk di sekitar lampu minyak dan makan sedikit, sambil melihat orang-orang kelaparan berjalan seperti roh di sepanjang jalan.

Uang juga lenyap bersama hujan.

“Pepani,” kata ayahnya, “maafkan aku. Kamu harus berhenti sekolah.”

Kini William berdiri di pinggir jalan, menyaksikan teman-teman sekolah yang beruntung lewat, sementara perutnya lapar dan tenggorokannya tercekat.

Selama berminggu-minggu ia murung di bawah pohon mangga, sampai ia teringat akan perpustakaan di ujung jalan — hadiah dari seorang Amerika.

Di sana ia menemukan buku-buku sains penuh gambar-gambar menakjubkan.

Dengan kamus Bahasa Inggris di sisinya, William belajar bagaimana mesin menggerakkan truk besar dan bagaimana radio menghasilkan suara dari udara.

Gambar paling menakjubkan adalah mesin tinggi seperti pohon dengan baling-baling seperti kipas angin.

“Sebuah kincir raksasa! Sesuatu untuk menangkap sihir?” pikirnya.

Perlahan-lahan ia membaca kalimat itu: “Kincir angin dapat menghasilkan listrik dan memompa air.

Ia memejamkan mata dan membayangkan sebuah kincir angin berdiri di luar rumahnya, menarik listrik dari angin dan membawa cahaya ke lembah yang gelap.

Ia membayangkan mesin itu mengeluarkan air dingin dari tanah, mengalir ke ladang yang haus, membuat jagung tumbuh tinggi dan hijau meskipun hujan tidak turun.

Kincir angin ini bukan sekadar mesin — tapi senjata untuk melawan kelaparan.

“Magetsi a mphepo,” bisiknya. “Aku akan membuat angin listrik.”

Di tempat rongsokan, ia menemukan harta karun berkarat di antara rumput tinggi: kipas traktor, pipa, bantalan, dan baut yang sulit dilepaskan.

“Tonga!” serunya pada burung dan laba-laba, sambil mengangkat temuannya.

Namun ketika William membawa potongan logam itu pulang, orang-orang berkata,

“Anak ini gila. Hanya orang gila yang bermain dengan sampah!”

Setelah berminggu-minggu, William menyusun potongan-potongan itu di tanah: sepeda rusak, tutup botol berkarat, pipa plastik, dan generator kecil dari lampu sepeda.

Selama tiga hari ia bekerja keras, memukul, mengencangkan baut, sementara ayam berkokok dan anjing menggonggong.

Tetangga menggelengkan kepala, “Apa yang dilakukan si gila itu sekarang?”

Sepupunya Geoffrey dan sahabatnya Gilbert datang dan berkata,

“Muli bwanji? Boleh kami membantu dengan angin listrikmu?”

“Ambil parangmu dan ikut aku,” jawab William.

Mereka masuk ke hutan, menebang pohon biru besar, lalu menancapkannya bersama-sama untuk membuat menara.

Ketika William berdiri di atas, ia berteriak, “Angkat ke atas!”

Anak-anak lain menarik dan mengangkatnya.

Kerumunan berkumpul di bawah, menatap mesin aneh yang bergoyang seperti jerapah canggung.

Beberapa tertawa, yang lain mengejek, tapi William menunggu datangnya angin.

Seperti biasa, angin datang — pertama semilir, lalu bertiup kencang.

Menara bergoyang dan baling-baling mulai berputar.

Dengan tangan letih karena kelaparan dan kerja keras, William menghubungkan kabel ke sebuah bohlam kecil.

Bohlam itu berkedip sebentar, lalu menyala terang seperti matahari.

“Tonga!” teriaknya, “Aku telah membuat angin listrik!”

“Wachitabwino!” teriak seorang pria. “Bagus sekali!”

Para peragu bertepuk tangan dan bersorak.

William tahu ini baru permulaan.

Cahaya tidak bisa mengisi perut yang kosong, tapi kincir angin lain bisa mengalirkan air ke tanah kering, menumbuhkan makanan di tempat yang gersang.

“Magetsi a mphepo — angin listrik — bisa memberi makan negaraku,” pikir William.

Dan itu adalah keajaiban terbesar dari semuanya.

Komentar

Postingan Populer